Search Box

Sabtu, 15 Oktober 2011

Laporan Buku (Fiksi): Prahara Cinta

NOVEL I

1. Judul : Prahara Cinta

2. Pengarang : Abu Umar Basyier

3. Tebal : 342 halaman

4. Terbit : Malang: Shafa Publika, 2010.

5. Unsur intrinsik

Tema : Religi
Alur/plot : Alur maju
Latar/setting
Tempat : Rumah bibi, rumah bibi tiri, sekolah, kantor polisi, kampus, masjid, rumah Hamidi, rumah Namirah, rumah Zakiah, warteg, kantin kampus, took buku.
Waktu : pagi hari, siang hari, malam hari, dini hari.
Suasana : sepi, menegangkan, ramai.
Sudut Pandang : Orang pertama pelaku utama.
Penokohan :
Hamidi : seorang anak yang awalnya nakal, buta akan ilmu dan nilai-nilai agama,
kemudian saat dewasa berubah menjadi sosok yang taat beribadah, santun, rajin dan baik.
Namirah : Pintar, disiplin, cuek dan ketika bernjak dewasa ia menjadi wanita yang
salehah tapi juga keras kepala.
Zakiah : Gadis lugu dan penyabar serta salehah.
Paman Hamidi : Pekerja keras, bertanggungjawab.
Bibi Hamidi : cerewet
Bibi tiri Hamida : manja
Marno : baik, pintar, rajin.
Andi : teman Hamidi semasa remaja hingga dewasa. Pada usia remaja ia
sama halnya dengan Hamidi yang nakal dan tidak mengerti persoalan agama, tapi menginjak dewasa ia pun menjadi sosok yang saleh.
Jamilush : baik, ramah, saleh.
Konflik cerita :
Konflik cerita pada novel ini yaitu ketika Hamidi dihadapkan pada tiga pilihan tersulit dalam hidupnya yaitu menceraikan istri pertamanya Zakiah kemudian menikahi Namirah yang selama ini dicintainya ataukah berpoligami yang baginya adalah sebuah tanggungjawab yang sangat berat. Selain itu, konflik juga timbul saat Hamidi dan Namirah saling beradu pendapat (berselisih) dan akhirnya mereka memutuskan untuk bercerai.
Amanat
Novel ini mengamanatkan kepada umat muslim untuk lebih mendekatkan diri kepada sang Pencipta dan terus berusaha mencapai cita-cita. Selain itu, manusia juga dihimbau apabila mencintai seseorang, maka cintailah dengan sekadarnya saja, begitupula jika membenci seseorang, maka bencilah ia dengan sekadarnya saja.

6. Sinopsis
Novel ini menceritakan kehidupan seorang anak bernama Hamidi. Hamidi merupakan anak yatim piatu yang diasih oleh paman dan bibinya. Mereka tinggal disebuah perkampungan dimana kelakuan warga kampung tersebut dinilai Hamidi jauh dari nilai-nilai agama. Paman Hamidi bekerja sebagai tukang becak, sedang ia harus menghidupi keluarganya (Istri, Hamidi dan kedua kakak laki-laki Hamidi). Diantara kedua kakak-kakaknya, Cuma Hamidi yang melanjutkan sekolah. namun karena alasan ekonomi keluarga, paman Hamidi hanya akan membiayai sekolah Hamidi hingga SMP saja.
Di SD, Hamidi termasuk murid yang cukup berprestasi walaupun prestasinya sempat menurun karena pasca kematian ayahnya. Saat memasuki SMP, Hamidi bertemu dengan anak perempuan yang juga teman sekelasnya bernanam Namirah. Sejak pertemuan awalnya dengan Namirah, Hamidi selalu memperhatikan tingkah gadis yang duduk bersebelahan dengannya itu. Setahu Hamidi, Namirah adalah sosok gadis yang cerdas, ceria walaupun agak cuek terhadapnya. Rupanya Hamidi menaruh hati pada Namirah meski belum ia sadari sepenuhnya. Di sekolah baru itu juga, Hamidi mendapat teman baru yang sekaligus menjadi sahabat karibnya, namanya Marno. Suatu hari berkat masukan dari Marno, Hamidi memutuskan untuk bekerja paruh waktu sebagai tukang loper Koran. Dengan profesi barunya itu, ia bisa menambah uang jajannya bahkan cukup untuk membiayai uang SPP nya sendiri.
Setelah lulus SMP, Hamidi rupanya melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMU. Disekolah barunya ia tak lagi bisa bertemu dengan Marno dan Namirah karena mereka melanjutkan pendidikan di sekolah yang berbeda-beda. Hamidi merasa sangat kehilangan sosok Namirah, meskipun semasa SMP ia tak begitu akrab dengan Namirah. Hamidi kembali bertemu dengan teman-teman baru, mereka adalah Cecep, Andi dan Rais. Semasa SMU, Hamidi rupanya telah terjerumus ke dalam pergaulan buruk teman-temannya. Suatu hari, Hamidi, Cecep dan Andi tertangkap polisi karena melakukan aksi pencurian di salah satu pusat perbelanjaan. Akibat perbuatan mereka, mereka bertiga harus menekam di balik jeruji selama tiga bulan. Tapi Cecep yang merupakan keponakan dari seorang polisi dapat dibebaskan dengan mudah oleh pihak kepolisian setempat. Tinggal Hamidi, dan Andi yang harus menyelesaikan masa tahanan mereka selama tiga bulan lamanya.
Di dalam penjara, Hamidi dan Andi telah menyesali perbuatan mereka. Mereka juga telah merenungkan kelakuan mereka selama ini yang tak pernah beres di sekolah maupun di luar sekolah. Di dalam penjara itu pula, Hamidi dan Andi berteman dengan Irwan yang juga merupakan tahanan sama seperti mereka. Selain Irwan, Hamidi dan Andi juga menjalin keakraban dengan Jamilush –saudara kembar Irwan- yang sering menengok Irwan. Jamilush adalah sosok yang saleh, ia banyak memberi masukan dan petuah-petuah agama pada Hamidi dan Andi. Sejak saat itu, Hamidi dan Andi pun bertekad untuk mendalami ajaran agama dan mengubah perilaku buruknya. Selepas dari penjara, Hamidi dan Andi melanjutkan pendidikan SMU nya walaupun harus di sekolah yang berbeda karena mereka dikeluarkan dari sekolah lamanya akibat perbuatan mereka yang dianggap sangat memalukkan nama baik sekolah. Sementara menyelesaikan studinya di tingkat SMU, Hamidi dan Andi juga sering ikut dalam pembelajaran-pembelajaran agama di luar sekolah, guna mendalami ilmu agama.
Selepas SMU, Hamidi dan Andi berhasil lulus di perguruan tinggi yang sama. Semasa kuliah, Hamidi dan Andi kerap mengikuti kegiatan keagamaan di kampus maupun di luar kampus. Suatu ketika Hamidi bertemu kembali dengan Namirah, sesosok wanita yang bertahun-tahun tidak pernah lagi ditemuinya dan sengat dirindukan oleh Hamidi. Bukan Cuma saat itu juga, Hamidi dan Namirah sebelumnya pernah bertemu di saat masih SMU. Penampilan Namirah telah berubah. Ia mengenakan jilbab. Suatu hal yang sangat Hamidi harapkan belakangan ini yaitu melihat Namirah mengenakan jilbab. Perasaan Hamidi kembali meluap-luap. Kali ini ia sadar betul, bahwa apa yang ia rasakan terhadap Namirah adalah perasaan cinta, meskipun beberapa kali ia meyakinkan hatinya bahwa perasaan yang tengah menguasai hatinya itu tak sepantasnya ada pada yang bukan muhrimnya karena bisa berakibat zina hati. Karea pertimbangan itulah, Hamidi yang pada saat itu baru menginjak semester empat memberanikan diri untuk melamar Namirah. Tapi sayang, orang tua Namirah tidak bisa menerima Hamidi dengan alasan Hamidi belumlah dirasa cukup dalal ilmua agamanya. Hamidi sakit hati menerima kenyataan itu. Suatu hari ia disarankan menikah dengan seorang gadis salehah bernama Zakiah. Hamidi pun langsung melamar Zakiah. Zakiah perempuan yang baik, dan terpelajar. Walaupun di dalam hati Hamidi masih ada Namirah, tapi ia bisa menerima Zakiah. Demi menikah, Zakiah memutuskan tidak melanjutkan kuliahnya. Tak beberapa lama setelah Hamidi dan Zakiah menikah, Namirah pun juga menikah dengan seorang dosen. Hamidi lagi-lagi merasa patah hati. Sejak hari pernikahan Namirah, Hamidi terlihat sering bengong dan melamun. Zakiah menyadari akan hal itu. Zakiah yang mulai merasa resah dengan kebbiasaan Hamidi itu pun mempertanyakannya pada suaminya. Namun, Hamidi malah berubah menjadi sosok yang sensitive, mudah marah pada Zakiah. Zakiah yang selalu bisa sabar menghadapi Hamidi, lama-kelamaan kehilangan kesabarannya juga. Hal tersebut memicu terjadinya perselisihan di antara Hamidi dan Zakiah. Hubungan rumah tangga mereka menjadi tak harmonis lagi apalagi ketika Hamidi mendengar kabar bahwa Namirah telah bercerai dengan suaminya yang baru selama enam bulan menikah. Suatu hari, Namirah menyatakan perasaannya pada Hamidi yang juga memendam perasaan yang sama dengan Hamidi. Ia lalu meminta Hamidi menjadikannya istri kedua, dengan izin Zakiah tentunya. Hamidi sangat bingung dalam mengambil keputusan. Di satu sisi, ia memang sudah lama menginginkan bisa hidup bersama Namirah-cinta pertamanya- disisi lain, ia tak mau kalau harus berpoligami karena merasa tak mampu berlaku adil pada kedua istrinya kelak. Dengan berat hati, Hamidi memutuskan untuk menceraikan Zakiah. Zakiah merasa sangat kecewa, padahal ia sudah bersedia dipoligami.
Sebulan setelah perceraiannya dengan Zakiah, Hamidi dan Namirah pun menikah. Mereka sangat bahagia terutama Hamidi yang memang sudah jatuh hati pada Namirah sejak SMP. Hari-hari mereka lalui dengan penuh kebahagiaan. Walaupun telah menikah, Namirah tetap melanjutkan kuliahnya, berbeda dengan Zakiah dulu. Namirah tak mau melepaskan pendidikannya. Wajarlah jika ia berpendirian demikian, Namirah memang sangat cerdas dan selalu ingin belajar. Hamidi dan Namirah disibukkan dengan kegiatan mereka masing-masing, terutama Namirah. Hal tersebut lama-kelamaan membuat Hamidi kerap kesal, karena kesibukan istrinya itu, pekerjaan rumah diterlantarkan. Hamidi pun menegur Namirah, namun Namirah berdalih bahwa ia sibuk kuliah. Hamidi berusaha untuk mengerti kondisi Namirah, ia sesekali mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang semestinya dilakukan oleh Namirah. tapi, lama-kelamaan Namirah tak berubah, ia tak bergeming dari kesibukannya. Hamidi semakin kesal, ia kemudian menegur kembali Namirah, kali ini lebih tegas. Rupanya Namirah tak mau kalah dengan suaminya. Ia menimpali kritikan-kritikan suaminya tentang tugas istri yang semestinya dilakukan oleh Namirah sesuai dengan ajaran Islam. Namirah tetap berkeras, ia tak mau hanya menjadi istri yang bekerja di rumah saja. Hamidi tak tahu harus bagaimana menghadapi sikap istrinya yang tak pernah disangka sebelumnya seperti ini. Semakin lama hubungan mereka semakin memburuk, hingga suatu hari Namirah meminta Hamidi menceraikannya. Merekapun akhirnya bercerai.
Setelah bercerai dengan Namirah, barulah Hamidi menyesal telah menceraikan Zakiah yang menurutnya masih lebih baik menjadi istrinya dibandingkan Namirah. Suatu hari setelah beberapa bulan perceraiannya dengan Namirah, Hamidi menemui Zakiah untuk memintanya kembali menjadi istrinya. Namun, rupanya Zakiah masih sakit hati atas keputusan Hamidi tempo hari untuk menceraikannya demi Namirah. Ia menolak ajakan Hamidi. Hamidi merasa sangat menyesal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar