Search Box

Kamis, 12 Mei 2011

Teori Belajar Bahasa (Teori Behavioristik, Nativistik, dan Kognitivistik

A. TEORI BEHAVIORISTIK
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Secara umum, teori ini menganalisis perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori Behavioristik lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner.
Dalam hal pembelajaran bahasa, pendekatan behaviorisme memumpunkan perhatiannya pada aspek yang dapat dirasakan secara langsung pada perilaku berbahasa dan hubungan antara respons dan peristiwa di dunia yang mengelilinginya. Menurut kaum behavioris, bahasa merupakan bagian fundamental dari keseluruhan perilaku manusia. Seorang behavioris menganggap bahwa perilaku berbahasa yang efektif merupakan hasil respons tertentu yang dikuatkan, respons itu akan menjadi kebiasaan atau terkondisikan.
Salah satu percobaan yang terkenal untuk membentuk model perilaku berbahasa dari sudut pandang behavioris ialah yang dikemukakan oleh Skinner (1957) dalam Verbal Behaviour. Teori Skinnner tentang perilaku verbal merupakan peluasan teorinya tentang belajar yang disebutnya operant conditioning. Konsep ini mengacu pada kondisi di mana manusia atau binatang mengirimkan respons atau operant (ujaran atau sebuah kalimat), tanpa adanya stimulus yang tampak. Operant itu dipertahankan dengan penguatan. Misalnya, jika seorang anak kecil mengatakan minta susu dan orang tuanya memberinya susu, operant itu dikuatkan. Dengan perulangan yang terus-menerus operant semacam itu akan terkondisikan. Menurut Skinner, perilaku verbal, seperti perilaku yang lain, dikendalikan oleh akibatnya. Bila akibatnya itu hadiah, perilaku itu akan terus dipertahankan dan kekuatan serta frekuensinya akan terus dikembangkan. Bila akibatnya hukuman, atau bila kurang adanya penguatan, perilaku itu akan diperlemah atau pelan-pelan akan disingkirkan.
Noam Chomsky (1959) yang diikuti oleh Kenneth MacCorquodale (1970). Beberapa linguis dan ahli psikologi sependapat bahwa model Skinner tentang perilaku berbahasa dapat diterima secara memadai untuk kapasitas memperoleh bahasa, untuk perkembangan bahasa itu sendiri, untuk hakikat bahasa, dan untuk teori makna. Teori yang didasarkan pada penciptaan kondisi dan penguatan itu ternyata sulit untuk menjelaskan fakta bahwa ada kalimat baru yang kita ujarkan atau kita tulis yaitu kalimat yang tak pernah kita ujarkan atau kita tuliskan sebelumnya. Ujaran yang baru itu diciptakan oleh pembicara dan diproses oleh pendengarnya.
Tampaklah bahwa pendapat para ahli psikologi behaviorisme yang menekankan pada observasi empirik dan metode ilmiah hanya dapat mulai menjelaskan keajaiban pemerolehan dan belajar bahasa dan ranah kajian bahasa yang sangat luas masih tetap tak tersentuh.

B. TEORI NATIVISTIK
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Pelopor aliran Nativisme adalah Arthur Schopenhauer seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1788-1880. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan individu ditentukan oleh bawaan sejak ia dilahirkan. Faktor linkungan sendiri dinilai kurang berpengaruh terhadap perkembangan dan pendidikan anak. Pada hakekatnya aliran Nativisme bersumber dari Leibnitzian Tradition, sebuah tradisi yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Hasil perkambangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari kedua orang tua.
Dalam hal pembelajaran bahasa, istilah nativisme dihasilkan dari pernyataan mendasar bahwa pembelajaran bahasa ditentukan oleh bakat. Bahwa kita dilahirkan itu sudah memiliki bakat untuk memperoleh dan belajar bahasa. Teori tentang bakat bahasa itu memperoleh dukungan dari berbagai sisi.
Menurut Chomsky, bakat bahasa itu terdapat dalam kotak hitam (black box) yang disebutnya sebagai language acquisition device (LAD) atau piranti pemerolehan bahasa. McNeill mendeskripsikan LAD itu terdiri atas empat bakat bahasa, yakni:
kemampuan membedakan bunyi ujaran dengan bunyi yang lain dalam lingkungannya;
kemampuan mengorganisasikan peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam;
pengetahuan adanya sistem bahasa tertentu yang mungkin dan sistem yang lain yang tidak mungkin;
kemampuan untuk tetap mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem yang mungkin dengan cara yang paling sederhana dari data kebahasaan yang diperoleh.

C. TEORI KOGNITIVISTIK
Kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya.
Beberapa nama penting yang diasosiasikan dengan teori belajar kognitivisme:
1. Bruner: Teori Belajar Penemuan (Discovery Learning)
Suatu pendekatan dalam belajar dimana siswa berinteraksi dengan lingkungannya dengan jalan mengeksplor dan memanipulasi obyek, bergulat dengan sejumlah pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan.
2. Ausubel : Teori Belajar Bermakna
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.
3. Robert Gagne: Model Pemrosesan Informasi
Gagne berpendapat bahwa proses belajar adalah suatu proses dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang memungkinkan mereka memiliki kemampuan yang tidak dimiliki sebelumnya.
4. Jean Piaget (1896 – 1980): Cognitive Development Model
Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya skema-skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental.
5. Teori Belajar Kognitivif Gagne
Gagne melihat proses belajar mengajar dibagi menjadi beberapa komponen penting yaitu: (1) Fase – fase pembelajaran (2) Kategori utama kapabilitas/kemampuan manusia/outcomes (3) Kondisi atau tipe pembelajaran (4) Kejadian-kejadian instruksional.
6. Teori Belajar Kognitivif Vytgosky
Vygotsky membedakan secara fundamental antara kegiatan berbasis stimulus-respons, alat dan bahasa. Ia juga berpendapat bahwa ada perbedaan antara konsep dan bahasa ketika seseorang masih belia, tetapi sejalan dengan perjalanan waktu, keduanya akan menyatu. Bahasa mengekspresikan konsep, dan konsep digunakan dalam bahasa.

4 komentar: