Search Box

Rabu, 08 Juni 2011

Implikasi Teori Behaviorisme bagi Pengajaran Bahasa

Behaviorisme adalah sebuah teori pembelajaran dengan rumus sebagai berikut: Stimulus è Respon è Perubahan tingkah laku è Penguatan. Teori ini lebih mementingkan respon yang dihasilkan. Input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon yang menghasilkan perubahan tingkah laku adalah bagian yang terpenting. Karena bagian ini yang akan diamati dan dibuktikan secara empiris. Sedangkan proses pembelajaran tidak dianggap penting sama sekali. Selain dari faktor stimulus (input) dan respon (output), faktor lain yang juga dianggap penting adalah penguatan (reinforcement). Teori ini dipelopori oleh Pavlov, Watson, Hull, Guthrie dan Skinner. Setiap dari pelopor – pelopor ini memberikan kontribusi yang kuat bagi perkembangan teori ini dari awal perkebangannya hingga sekarang.
Salah satu usaha yang sangat gigih untuk membangun teori behaviorisme itu dalam hubungannya dengan pembelajaran dan pemerolehan bahasa pertama dilakukan oleh B.F. Skinner yang sekarang dikenal dengan teori verbal (verbal behavior). Skinner mengadakan eksperimen-eksperimen dengan anak-anak kecil untuk mengetahui reaksi atau respons mereka dalam asosiasi kata, pengelompokan bunyi, dan sebagainya. Hasil eksperimen-eksperimen ini dilaporkan oleh Skinner kepada para peserta Seminar di Universitas Harvard dalam buku yang berjudul Verbal Behavior (op.cit).
Persoalan inti dari analisis Skinner ialah bahwa bunyi-bunyi ujar (Speech Sound) diucapkan dan diperkuat sama seperti perilaku nonverbal lainnya. perilaku berhasa manusia dibentuk oleh penguatan yang lazim dipakai dalam masyarakat kita.Urutan:Rangsangan→Jawaban→Penguatan(stimulus→Response→Reinforcement) disebut dalam psikologi Behaviorisme operant conditioning atau “pembiasaan yang membuahkan hasil”. Menurut Skinner, hadiah jauh lebih efektif daripada hukuman dalam situasi pengajaran kebiasaan. Skinner berkesimpulan bahwa tugas para pelajar bahasa pertama harus diatur sedemikian rupa sehingga mereka mempunyai peluang banyak untuk memberi respons yang benar.
1. Implikasi Dalam Behaviorisme Melalui Kasus Pembelajaran
Dalam behaviorisme, seorang guru selaku pengajar dan pengawas jalannya pembelajaran memiliki kemiripan dengan seorang peneliti yang akan meneliti objek penelitiannya. Dimana seorang peneliti akan mengambil jarak atau distansi penuh dengan objeknya, bersikap netralitas, memanipulasi, merumuskan hukum – hukum, bebas kepentingan, universal dan instrumental terhadap objeknya. Dalam hal ini guru juga berlaku hal yang sama terhadap siswa – siswi didiknya. Penulis mengambil contoh kasus dalam pembelajaran musik yang menggunakan pendekatan teori behaviorisme.
Ketika seorang guru ingin mengajarkan bagaimana mengajarkan tanggan nada kepada muridnya, ia akan mengamati terlebih dahulu bagaimana keadaan fisik jari murid – muridnya dan kemampuan dasar yang dimiliki oleh tiap murid dengan sikap berjarak. Guru akan berfikir ia sebagai subjek dan murid – murid adalah sebagai objek. fakta netral harus dimiliki oleh sang guru dalam menghadapi muridnya. Sebuah pemikiran yang bersih dari unsur- unsur subjektifnya. Ditahap ini materi – materi pembelajaran akan diberikan sebagai bentuk stimulus dari guru terhadap muridnya. Guru akan menjelaskan dan mencotohkan tentang bagaimana musik rangkaian sebab – akibat dalam pengajaran akan didapatkan sebagai hasil. Rangkaian sebab (pemberian stimulus) – akibat ini akan menghasilkan sebuah respon dari murid dimana respon ini akan membentuk sebuah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pembelajaran. teori – teori tersebut akan dipraktekkan secara instrumental dan universal di kelas – kelas selanjutnya.
Kasus singkat diatas adalah contoh dari sebuah pengajaran di kelas dengan penerapan teori behaviorisme. Guru memberikan sebuah stimulus berupa materi – materi pengajaran dan mengharapkan akan mendapatkan sebuah respon yang berupa perubahan tingkah laku dari murid – muridnya. Perubahan tingkah laku dalam bentuk dari ketidaktahuan dan ketidakmampuan untuk mempraktekkan pelajaran yang diberikan berubah menjadi mampu untuk mempraktekkannya. Guru tidak melihat bagaimana proses murid – murid mencerna materi pengajaran, guru hanya melihat bagaimana hasil akhir yang diperoleh. Reinforcement positive atau negative yang akan diberikan tergantung dari bagaimana perubahan tingkah laku yang dihasilkan.
2. Aplikasi teori behaviouristik terhadap pembelajaran siswa
Guru yang menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran yang sudah siap sehingga tujuan npembelajaran yang dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak hanya memberi ceramah tetapi juga contoh-contoh. Bahan pelajaran disusun hierarki dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hasil dari pembelajaran dapat diukur dan diamati, kesalahan dapat diperbaiki. Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan
3. Kekurangan dan kelebihan
Metode ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsure kecepatan spontanitas kelenturan daya tahan dsb. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan peran orang tua. Kekurangan metode ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru bersifat mekanistis dan hanya berorientasi pada hasil. Murid dipandang pasif, murid hanya mendengarkan, menghafal penjelasan guru sehingga guru sebagai sentral dan bersifat otoriter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar